Jumat, 08 Oktober 2010

QUO VADIS GURU SWASTA

Disari dari tulisan Kecelakaan-kecelakaan di Lintasan Sejarah Guru Swasta
(http://masedlolur.wordpress.com/2010/01/05/kecelakaan-kecelakaan-di-lintasan-sejarah-guru-swasta-kecelakaan-kedua/)


Ketika hampir seluruh guru swasta berfokus pada perjuangan menggugat PP 48/2005, program sertifikasi guru diluncurkan mulai tahun 2006. Di awal pelaksanaannya program ini sama sekali tidak menyentuh guru swasta. Tapi, mereka SEMUA diam.

Upaya pemerintah, dalam program sertifikasi guru itu sebenarnya terkait dengan upaya meningkatkan kesejahteraan guru yang merupakan komitmen politik para politikus merebut hati pemilih. Sampai pada finalnya, presiden pertama yang terpilih melalui lembaga perwakilan rakyat yang reformis demokratis, yaitu KH Abdurrahman Wahid, mencanangkan renumeralisasi gaji PNS dan merekomendasikan untuk mengusahakan Gaji Guru 6x Lipat. Tidak terkecuali, siapapun yang namanya guru berhak mendapatkannya. Namun melalui Peluncuran UU Guru dan Dosen disetujui dan diatur guru hanya menerima hak separuh dari apa yang diinginkan Gus Dur sebagai bagian mengangkat kesejahteraan guru untuk menuju Pendidikan yang Berkualitas di Indonesia. Meski demikian masih disiasati dengan memilih-milih guru penerima kesejahteraan melalui Sertifikasi Guru dengan penilaian dokumen portofolio keprofesiannya, Inipun masih ada diskriminasi dalam memberikan kesempatan untuk memperolehnya. Nampak sekali pada ketidakdisamaan kuota bagi guru swasta maupun guru PNS. Sama sekali tidak adil.

Sampai dengan kuota tahun 2009 pun porsi kepesertaan guru swasta hanya diberikan maksimal 25% dari seluruh peserta. Dan dari kacamata tunjangan profesi pendidik yang bakal mereka terima lewat rekening bank setelah lulus sertifikasi guru itu, maka pembagian lembaran-lembaran peningkatan kesejahteraan justru banyak disebarkan ke guru PNS, yang notabene sudah lebih dahulu memiliki rata-rata penghasilan jauh di atas guru swasta. Bahkan hasil deskriminasi itu, bagi guru swasta yang telah lulus sertifikasi dan menjadi penerima Tunjangan Profesional Guru, harus gigit jari karena mereka tidak menerima tunjangan yang sesuai dengan golongan, dan harus impassing, yang hasilnya harap-harap cemas dan putus asa.

Tetapi, guru swasta tidak melihat diskriminasi tersebut, karena mereka masih terus diselimuti kegelapan, dan tetap menganggap perjuangan ke arah permintaan penambahan kuota kepesertaan sertifikasi guru dalam jabatan itu kurang urgen dibandingkan porsi lainnya yang lebih menjanjikan, menjadi CPNS. Sehingga gugatan atas PP 48/2005 lebih diutamakan, meskipun keberhasilannya sangat sulit dibayangkan

Meskipun demikian, guru swasta cukup banyak berbuat. Melalui beberapa kali Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Guru Swasta digelar di Yogya. Yang diikuti elemen-elemen persatuan guru menghasilkan kesepakatan nasional melahirkan PGKSI (Persatuan Guru dan Karyawan Swasta Indonesia, IGPSS (Ikatan Guru dan Pegawai Sekolah Swasta). Terakhir kali pada tahun 2009 sama terbentuk Presidium Guru Indonesia (PGI).

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut, tidak mengherankan jika guru swasta juga melakukan serangkaian aksi, tidak hanya unjukrasa, atau mogok mengajar, tetapi juga tuntutan melalui jalur hukum., dan beraudiensi dengan DPR RI menyoal RPP terbaru tentang Seleksi Tenaga Honorer untuk Diangkat Menjadi CPNS, yang bakal menggantikan PP 48/2005 dan perubahannya di PP 43/2007. Untuk itu, sederet usulan revisi terhadap RPP terbaru itu telah disiapkan dan dimatangkan

Namun, perjuangan guru swasta hampir boleh dikatakan mengalami kegagalan seperti usaha terhadap PP 48/2005, mengapa?

Jawabnya adalah : GURU SWASTA MASIH TERPECAH-PECAH DALAM BERORGANISASI, MASIH SEPERTI ANAK TK YANG BERMAIN-MAIN SENDIRI DENGAN KELOMPOKNYA, SEHINGGA PERJUANGAN MENJADI LEMAH, DAN MUDAH DITEKAN PENGUASA. BERAPA ORGANISASI GURU SWASTA YANG ADA ? MENGAPA TIDAK MAU BERSATU DAN BERINDUK, DENGAN SATU NAMA, PERSATUAN GURU DAN KARYAWAN INDONESIA, ATAU APAPUN NAMANYA !

Akan kemana Guru dan Karyawan Swasta ?

Minggu, 11 Juli 2010

SATU POTRET PENDIDIKAN KITA

Tulisan ini dibuat sebagai rasa empati penulis kepada sahabat Budi Utomo yang saat diturunkan tulisan ini sedang masgul karena haknya untuk mendapat pendidikan bagi anak-anaknya memiliki permasalahan, yang keluhannya dimuat dan disampaikan di jejaring facebook.Kalau berkenan mohon diberikan tanggapan dan komentar.

Ada tujuan pendidikan yang melenceng, ada paradigma sekolah yang berubah, dan ada sejarah pengajaran yang bergeser.

Sering dalam forum2 rapat saya mempertanyakan kembali apa sebenarnya tujuan utama sekolah sehubungan dengan kewajiban pemerintah? Benarkah kalau saya mengatakan sekolah bertujuan mencerdaskan generasi bangsa? Benarkah pemerintah berkewajiban memberikan pendidikan kepada calon penerus bangsa? Benarkah sekolah yang didirikan oleh pemerintah, yang dibiayai oleh pemerintah, dan yang "semua" kebutuhan pembelajaran di sekolah dipenuhi oleh pemerintah, adalah untuk mempersiapkan pemimpin bangsa yang akan datang?

Lalu siapa mengenyam pendidikan yang dibiayai oleh pemerintah? Dan siapa sebenarnya yang lebih berhak menikmati fasilitas yang disediakan oleh pemerintah? Orang mampu atau yang tidak mampu? Jawabnya : Semestinya adalah orang yang pertama.

Tapi coba lihat, siapa yang menghuni sekolah-sekolah negeri yang dibiayai "sepenuhnya" oleh pemerintah? Lihat dengan cermat, mulai dari SDN, SMP/MTsN, SMA/MAN, SMKN/MAKN, hampir semua semua sekolah-sekolah negeri adalah anak-anak yang tergolong mampu. Hitung berapa persenkah sodara2 kita yang tidak mampu?

Memang secara terbuka dan transparan "tidak dibedakan siswa mampu dan tidak mampu" di sekolah negeri. Mereka semua dilayani ketika menjadi peserta seleksi PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru). Semua harus memenuhi persyaratan dan biaya yang sama. Mereka bersaing secara bebas dengan perangkat persaingan yang sama. Dan hasil seleksi diumumkan secara terbuka dan transparan juga. Namun pertanyaannya, mampukah mereka bersaing secara bebas tersebut?

Mereka jelas tidak mampu. Memang satu dua di antara mereka, dengan persentase yang "sangat kecil" bisa meraih sekolah negeri yang menjadi "favorit" di negeri kita. Tapi untuk mengawal mereka sampai ke kelas tiga pun sangat terseyok-seyok.

Seorang teman di Dinas Pendidikan yg mulia mencibir, "Lho salahnya sendiri tidak masuk ke negeri?". (Sama persis, ketika membicarakan kesejahteraan guru, seorang guru DPK mengatakan dengan penuh bangganya, salahnya sendiri tidaj jadi guru pegawai negeri.

Permasalahannya bukan mau atau tidak mau, bisa atau tidak bisa, di "negeri". Tapi proses menuju ke sana mesti melalui sebab. Mari kita renungkan. Sekolah negeri dibiayai penuh oleh pemerintah, mulai dari pembangunan gedungnya, isi ruang belajarnya, fasilitasnya, biaya operasionalnya, sampai gaji atau honor guru-gurunya. kenyataan ini menjadikan biaya pendidikan oleh siswa sebagai peserta didik di sekolah negeri menjadi murah, bahkan di SD dan SMP nol rupiah (tapi itu dulu,dan di ndeso, sekarang bahkan beberapa sekolah terutama yang berlabel RSBI, jauuuuuh lebih mahal dari swasta. Wacana "murah" inilah yang menyihir orang tua murid memaksa agar bisa sekolah di sekolah negeri. Dan kelanjutannya gampang ditebak, sekolah negeri peminatnya banya, persaingannya ketat, dan jadilah favorit. Dan pemetik persaingan seleksi tersebut dimenangkan oleh anak-anak orang mampu.

Sementara anak-nak kita yang tegolong tidak mampu ikut bersaing dengan kondisi yang berbeda. Mereka berguguran. Jarang yang diterima. Bagaimana tidak? Mereka tidak memiliki kondisi yang sama waktu belajar, mereka tidak memiliki fasilitas yang sama, karena kekurangannya. Otomatis sangat mempengaruhi intelektual mereka dan daya saing kita. Sehingga akhirnya, sekolah-sekolah negeri didiami oleh pelajar yang latar belakang orang tuanya mampu. Sebaliknya saudara-saudara kita yang tidak mampu harus mau menerima kegagalannya untuk kemudian mendaftar ke sekolah-sekolah swasta. Sehingga sekolah negeri yang semestinya bisa menolong anak-anak tidak mampu, karena fasilitasnya dicukupi oleh pemerintah, menjadi lembaga yang dinikmati oleh orang mampu. Sebaliknya, anak-anak orang mampu semestinya banyak yang bersekolah di Lembaga pendidikan swasta, karena bisa mandiri membiayai proses kegiatan belajar mengajar.

Oleh karena itu penulis berpikir, sudah semstinya kita berubah. Sampai kapan compang-camping permasalahan ini berkesudahan kalau pemilik negeri ini tidak segera memikirkan dan berbuat.

Senin, 28 Juni 2010

Seminar Nasional

Menyongsong Hari Kemerdekaan RI Ke-65

Topik :

1. KOMPETENSI GURU PASCA SERTIFIKASI
2. MEMAHAMI PERBEDAAN KARAKTERISTIK ANTAR GENERASI


Penyelenggara :

Konsorsium Alumni SDPW 01 - Komite, bersama
Dewan Pendidikan dan Dindikpora
Kota Pekalongan

Sekretariat :

SDPW 01 Jl. WR Supratman 3  0285-422851 PEKALONGAN 51114
Website: http:\\www.sdpanjangwetan01.sch.id
Email : info@sdpanjangwetan01.sch.id




PENDAHULUAN

Sertifikasi Guru merupakan salah satu upaya menyempurnakan dan meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Mutu pendidikan yang tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, berdemokrasi, dan mampu bersaing, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan semua warga negara Indonesia. Sertifikasi dilakukan secara responsif terhadap tuntutan penyejahteraan guru, dan hak-hak Guru.
Agar sumber daya pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional, selain kurikulum dikembangkan juga dengan pendekatan penyejahteraan guru. Hal ini harus dilakukan agar sistem pendidikan nasional yang dibangun terjamin oleh keseimbangan antara tugas guru dengan kesejahteraan yang diperolehnya. Sertifikasilah jawaban yang menjanjikan. Masalahnya sekarang apakah pasca sertifikasi akan terjamin diperolehnya kinerja yang diharapkan oleh bangsa? Guru yang memiliki tugas berat memanggul beban regenerasi bangsa mesti responsif terhadap perkembangan secara internal dan selalu proaktif terhadap berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta tuntutan desentralisasi. Apalagi kurikulum di tanah air yang sedang dikembangkan adalah kurikulum berbasis kompetensi yang menjamin pertumbuhan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan keterampilan hidup, akademik, dan seni, serta perkembangan kepribadian Indonesia yang kuat dan berakhlak mulia.
Lebih dari itu tentu segala upaya untuk membangun mental intelektual bangsa mestilah harus memahami perbedaan karekteristik antar generasi. Jelas sekali berbeda, antara generasi dulu dengan sekarang, dan perbedaan tersebut terlihat pada karakteristik masing-masing generasi. Inilah yang mesti kita sadari, bahwa selain mematri pendidikan dengan kurikulum yang sempurna, perlu pemahaman terhadap karakteristik generasi yang kita hadapi sebagai pendidik. Dengan pemahaman ini maka “Transfer of knowledge” akan terwujud.
Kemudian Sehubungan dengan banyak pertanyaan tentang syarat kenaikan golongan kepegawaian, jika terdapat kelonggaran waktu yang ada Seminar ini mencoba untuk membantu membahas dan memberikan informasi.

TUJUAN :

 Guru memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
cukup tentang Profesi.
 Guru memiliki kompetensi, kreasi, inovasi yang
memadai dalam pembelajaran
 Guru meningkatkan profesionalisme pasca sertifikasi
 Guru memiliki kepiawaian dalam penulisan karya
ilmiah untuk meningkatkan profesionalisme,yang
dapat berguna pula bagi peningkatan golongan
dalam kepegawaian.

WAKTU DAN TEMPAT SEMINAR :

 Waktu Seminar
Senin, 31 Juli 2010 Pk. 08.00 - selesai
 Tempat Seminar
Gedung Aula Universitas ( UNIKAL) Pekalongan
Jalan Sriwijaya 11 Kota Pekalongan

PEMBICARA :

Prof. Dr. Mungin Edi Wibowo, M. Kons.
(Guru Besar UNNES Semarang)
Prof. Dr. Ir. Achmad Djunaedi, MUP
(Guru Besar UGM Yogyakarta, alumnus SD Panjang Wetan 01 Kota Pekalongan)

TEMPAT PENDAFTARAN :

 SDPW 01 Pekalongan Telepon 0285-422851 ( Mas Arief )
 SMP Negeri 2 Pekalongan Telepon 0285-435334 ( Bapak Joko )
 Dindikpora Kota Pekalongan 08156920770 ( Bapak Haryo Milatno )

PESERTA :

Peserta adalah guru TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, dan UMUM

KONTRIBUSI DAN FASILITAS :

Kontribusi peserta hanya Rp 75.000,- Dengan fasilitas Starter Kit, Snak, Makan, dan Sertifikat

ACARA :

1. Pembukaan
2. Prakata Panitia
3. Sambutan Walikota Pekalongan
4. Sambutan Ka Dinas Pendidikan Kota Pekalongan
5. Seminar 1
6. Rehat
7. Seminar 2
8. Penutup


PENUTUP

Kegiatan seminar sangat berharap dukungan Bapak dan Ibu Guru serta pihak-pihak lain.


Publikasi :  Primahepi Interprise
Kontak : Teguh 08156584544
Janto 08562271745
Tiono 081575707758

Senin, 21 Juni 2010

PERAN BAHASA INDONESIA DALAM MENCERDASKAN ANAK BANGSA

Perjalanan Bahasa Indonesia

Sudah 63 tahun bangsa Indonesia merdeka, begitu juga telah 63 tahun pula bahasa Indonesia memiliki legalitas menjadi bahasa pengantar di negeri ini. Dalam perjalanan kehidupan bangsa, bahasa Indonesia telah terbukti membawa bangsa Indonesia pada kemajuan peradaban. Kita semua mengetahui, berangkat menjadi bahasa persatuan yang dikumandangkan pada 1928, para pemuda Indonesia mampu mengubah perjuangan mengusir penjajah yang parsial menjadi nasional. Perjalanan menuju persatuan nasional ini melewati upaya-upaya pembelajaran bahasa Indonesia, upaya-upaya membentuk satu komunitas bahasa, yang bertujuan mulia kemerdekaan bangsa Indonesia. Tentu kita tidak mengingkari, bahwa hasil pembelajaran menuju persatuan bahasa ini berdampak pencerdasan bangsas. Dari sejarah kelahiran bahasa Indonesia ini kemudian bermunculanlah bidang-bidang penerbitan yang mencetak terbitan dari buku sampai majalah, sehingga mau tidak mau membuka mata bangsa Indonesia untuk melihat dunia, yang pada gilirannya, melalui bahasa Indonesia ini keterbukaan pola pikir masyarakat, wawasan masyarakat, pendidikan masyarakat berkembang.


Legitimasi Bahasa Indonesia

Pada perjalanan selanjutnya bahasa itu menjadi bahasa negara pada tahun 1945, dimulai dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan diikuti diundangkannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Bab XVI pasal ….bahasa Indonesia mempunyai legalitas yang sempurna. Legitimasi ini sangat penting untuk mewujudkan bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar pendidikan di Indonesia. Bahkan, peran itu dikukuhkan dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional (“bahasa pengantar pendidikan nasional ialah bahasa Indonesia”). Artinya dengan diundangkannya UUD 1945 ini, semakin berperanlah bahasa Indonesia, karena dengan itu kewajiban penggunaan bahasa Indonesia di segala bidang, utamanya pada kegiatan-kegiatan yang resmi, masyarakat menggunakan bahasa Indonesia. Semakin kokohnya status ini, tentu semakin luas peran pencerdasan bangsa Indonesia melalui bahasa Indonesia. Apalagi Lembaga Pendidikan sebagai tempat pembentukan kepribadian dan pengembangan kecerdasan intelektual anak-anak bangsa wajib menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Oleh karena itu, bahasa Indonesia mempunyai peran dalam pembentukan kepribadian dan pengembangan kecerdasan intelektual generasi ke depan.


Perkembangan Bahasa Indonesia

Dalam kehidupan kebangsaan pada era reformasi dan globalisasi ini peran itu makin dikukuhkan dan dimantapkan melalui percepatan pengembangan leksikon dan pemantapan sistem bahasa Indonesia. Pengembangan leksikon itu mencakup berbagai bidang kehidupan, terutama bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang begitu cepat. Kini telah dihasilkan 325.000 istilah dalam berbagai bidang ilmu dan 250.000 kata/istilah bahasa Indonesia dalam produk program komputer versi bahasa Indonesia, di samping 78.000 kata umum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pengembangan kosakata itu juga mencakup bidang kebudayaan yang dilakukan melalui penggalian budaya daerah. Pengembangan kosakata melalui penggalian kebudayaan daerah itu sekaligus merupakan upaya pelestarian budaya daerah di Indonesia dan mengimbangi laju perkembangan leksikon dari bahasa asing. Untuk itu, sedang dan akan dilakukan penelitian bahasa-bahasa daerah dalam upaya penggalian kosakata kebudayaan daerah di wilayah Indonesia (ada 726 bahasa daerah di Indonesia).
Kekayaan atas kosa kata dan pembakuan bahasa berdampak positif kepada kemudahan penggunaan bahasa. Bahasa Inggris ternyata mampu mengintelekkan pemakai bahasa Inggris. Oleh karena itu kemudahan atas pemakaian bahasa Indonesia yang kaya kosa kata dan baku, akan mempengaruhi intelektual pengguna bahasa Indonesia, artinya fenomena membantu mencerdaskan bangsa Indonesia.


Bahasa Indonesia dalam Pergaulan Internasional

Peran Indonesia dalam pergaulan internasional telah menempatkan bahasa Indonesa dipelajari di banyak negara, di Belanda, Perancis, Inggris, Amerika, Kanada, Jepang, termasuk Australia, negara terdekat Indonesia yang memiliki kepentingan persahabatan di antara kedua bangsa ini.
Keunikan Indonesia, di antara aspek sosial budaya, ekonomi, politik, ekologi, antropologi, serta alam dan lingkungan menarik yang diteliti dan dipelajari membutuhkan bahasa sebagai media. Dalam kerangka ini, dibutuhkan pengembangan bahasa yang menyediakan media bahasa yang baku, mudah dipelajari, dan mampu menyediakan kosa kata yang siap sepadan dengan kebutuhan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu mau tidak mau bahasa Indonesia harus berkembang, sehingga internal atau eksternal memberi sumbangan bagi kecerdasan bangsa Indonesia.


Pencerdasan Bangsa Melalui Sastra

Di bidang Sastra begitu juga. Sudah tak terbilang karya bangsa Indonesia ditulis dengan media bahasa Indonesia. Kita mengetahui bahwa sastra memiliki fungsi menumbuhkan rasa kebangsaan (nasionalitas), kebersatuan (solidaritas), kemanusiaan, serta mempengaruhi proses pembentukan kepribadian dan kebangsaan masyarakat pembacanya. Bahkan kemajuan sastra sering digunakan sebagai indikator kemajuan peradaban suatu masyrarakat pendukungnya. Tentu tidak terlupakan, bahwa sastra juga memiliki elemen mendidik dan mencerdaskan masyarakat pembacanya.

Sejarah sastra mencatat, terdapat beberapa karya-karya puncak dalam sastra Indonesia. Sebagai contoh terbitnya karya monumental roman berjudul Siti Nurbaya oleh Marah Rusli, novel Belenggu karya Armijn Pane, puisi-puisi karya Chairil Anwar, puisi-puisi karya Rendra, serta puisi-puisi karya Taufik Ismail, diakui atau tidak mampu mempengaruhi pembaca, sehingga terjadi perubahan sikap, pemikiran, dan wawasan pembaca yang mengalir ke masyarakat. Tercatat bahwa reformasi-reformasi pada zamannya (zaman karya tersebut lahir) digetarkan oleh sastra. Itu bererti karya sastra yang nota bene bermedia bahasa telah mencerdaskan masyarakat.

Penutup

Akhirnya, dalam tulisan yang kecil dan ringkas ini penulis ingin menyimpulkan, bahwa bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia. Dalam era apapun, semodern apapun, manusia tidak dapat meninggalkan bahasa sebagai media. Karena bahasa mempunyai peran yang sangat istimewa yang tidak tergantikan oleh media lain. Salah satu peran itu adalah bahasa mencerdaskan bangsa, dan bahasa Indonesia mencerdaskan bangsa Indonesia.

Senin, 15 Maret 2010

Lancarkan Peredaran Darah dengan Totok

Pada prinsipnya totok mirip dengan akupuntur, yaitu menstimulasi titik-titik akupuntur yang ada di sepanjang meridian tubuh kita. Sayangnya, hingga sekarang masih banyak yang kurang paham bedanya antara totok dengan massage atau pijatan. Pijatan juga menekan-nekan, tetapi biasanya bukan tertuju pada titik-titik akupuntur. Sementara, totok adalah tekanan ujung jari pada titik-titik akupuntur.
Seperti halnya terapi akupuntur yang menggunakan jarum, tekanan ujung jari pada totok sebetulnya adalah pengaliran energi atau ci dari terapis ke tubuh pasien. Aliran energi itu bersifat hangat, sehingga bila masuk ke dalam peredaran darah, ia bisa menghancurkan lemak atau emboli yang ada. Dengan begitu, darah bisa lancar mengalir.
Sebetulnya, bila dibandingkan dengan akupuntur, hasil akhir terapi totok mungkin didapat lebih lama. Karena, totok sangat tergantung pada energi si terapis. Bila terapisnya kurang fit, maka energi yang ia salurkan kepada pasien jadi kurang optimal. Sementara, kalau akupuntur, jarumnya langsung masuk ke tendon, sehingga lebih efektif. Tapi, masalahnya, ada orang-orang yang takut pada jarum, sehingga totok tetap menjadi pilihan.
Cara mudah membedakan terapis yang mumpuni adalah dengan merasakan adakah rasa hangat mengalir dalam pembuluh darah saat terapis menotok. Bila tidak ada, artinya Anda hanya mendapatkan pijatan biasa.
Totok Untuk melancarkan peredaran darah
Ini adalah totok untuk sekujur tubuh, yang bisanya bertujuan menghilangkan capek-capek. Titik-titik yang ditotok adalah:
1. Titik he ku (di telapak tangan, pertengahan antara ibu jari dan jari telunjuk). Titik ini merupakan pusat peredaran darah dan metabolisme seluruh tubuh. Sakit apa pun, kalau ditekan di titik ini, bisa membaik.
2. Titik ci ce (di siku bagian luar). Totok di bagian ini biasanya dilakukan kalau ada kelainan di lambung, perut, atau rahim.
3. Titik cu san li (di kaki, sisi kanan-kini di bawah lutut). Gunanya untuk melancarkan peredaran darah, terutama keseimbangan hormonal.
4. Bila kondisi si pasien memang lemah betul, maka diambil titik di punggung yang berhubungan dengan sumsum tulang belakang. Tapi, meski tubuh Anda langsung membaik setelah ditotok, hindari kecanduan. Paling tidak, Anda jangan melakukan terapi ini setiap hari,
karena tubuh memerlukan waktu untuk menyerap ci yang masuk. Seminggu sekali sudah cukup.

Dikutip dari Petty Lubis